Saturday, May 17, 2014

Review Sinister (2012) "Once you see him, nothing can save you"

Ketika ngomongin soal film.. horor menjadi sesuatu hal yang tidak akan pernah lepas dari perbincangan jenis film paling populer dan diminati oleh masyarakat. Terlebih buat gw dari sekian banyak genre film, horor masih menjadi primadona. Menurut Pinel ( 2000:125 ) genre horor merupakan wilayah fantastik yang menitikberatkan atas efek horor yang ditimbulkan kepada penonton, baik itu melibatkan monster, bencana, ataupun sisi monster yang ada pada diri manusia. Dari sekian banyak judul film horor film yang satu ini lumayan buat gw jantungan asli bikin cemas ga hanya saat gw nonton tapi setelah selesai nonton pun masih bikin cemas and totally freak me out. Film tersebut adalah Sinister.
Film ini bercerita tentang Ellison Oswalt yang apik dipernakan oleh (Ethan Hawke), seorang novelis kriminal yang mengangkat kisah nyata tentang kejahatan untuk menjadi bahan novelnya, bersama istrinya Tracy  yang dipernakan oleh (Juliet Rylance) dan kedua anak mereka Trevor yang direnkan oleh (Michael Hall D’Addario) dan Asley yang diperankan oleh (Clare Foley)  pindah ke sebuah rumah baru yang memiliki sejarah yang kelam  yang pada akhirnya membawa sebuah bencana besar bagi keluarganya. Bagaimana tidak dirumah tersebut satu keluarga tewas secara mengenaskan dengan cara tergantung pada pohon dihalaman belakang rumah dan puteri tunggal keluarga tersebut  hilang dan tidak diketahui keberadaannya higa saat ini. Ellison sendiri bukan tanpa sengaja pindah kerumah tersebut dia berniat menyelidiki kasus tersebut untuk kemudian dijadikan inspirasi bagi novel yang sedang dikerjakannya.

Singkat cerita Ellison menemukan sebuah kotak di loteng rumah tersebut, yang berisikan sebuah proyektor  beserta kumpulan rekaman film yang berlabelkan judul dan tahun pembuatannya merasa penasaran, Ellison mulai memutarkan satu persatu rekaman film tersebut dan itu adalah cuplikan tentang proses pembunuhan sadis beberapa keluarga. Semua semakin menarik ketika Ellison menemukan sesosok iblis disalah satu cuplikan tersebut, sedang menonton proses pembunuhan, tanpa terlibat didalamnya. Dan iblis inilah yang kemudian mengancam keselamatan keluarga Ellison, Film ini mengambil sosok iblis, Bughul, yang sangat miskin informasi di internet. Entah apakah Bughul ini adalah legenda asli atau bukan, namun di dalam film dijelaskan bahwa Bughul adalah iblis yang suka membunuh seluruh anggota keluarga, menculik anak-anak mereka kemudian mengajak mereka ke alam gaibnya.

adegan pembuka sebuah keluarga digantung di sebuah pohon dengan sadis itu memberikan efek ketegangan sejak pertama film ini diputar sang sutradara Scott Derrickson memang berhasil menyuguhkan adegan-adegan yang mengagetkan dan super creepy that whay menurut gw film ini lumayan menakut-nakuti gw. Sangat banyak momen dimana film ini mampu membuat nafas gw sedikit bergerak cepat ketika gw menganggap sosok misterius itu akan hadir. Ya, sangat banyak, dan lo akan terus waspada sepanjang film. Pusat film ini jelas adalah Ethan Hawke, dan beruntungnya ia mendapatkan karakter yang memang telah menjadi salah satu kelebihannya, tenang dan berkarisma, Ethan berhasil menjadikan Ellison sebagai seorang penulis yang dihormati, namun juga seorang ayah dan suami yang memiliki ambisi sangat besar.

Satu lagi kelebihan Sinister terletak pada motivasi karakternya untuk tetap berada di rumah angker meski mendapat berbagai teror. Seringkali film horror mempunyai kebodohan dimana karakternya tetap ngotot berada di tempat angker tanpa alasan jelas meski sudah mendapat berbagai teror. Disini Ellsion Oswalt punya alasan yang kuat. Dia adalah gambaran seseorang yang benar-benar sedang haus akan meraih kembali ketenaran dan keberhasilan yang 10 tahun lalu sempat ia raih.

Overall, Sinister adalah film horror yang memuaskan. Anda tidak akan mendapatkan sesuatu yang baru dan special dari film ini, karena apa yang ia miliki dapat anda temukan di film horror lainnya. Cerita yang mudah ditebak, tidak menghilangkan daya tarik film ini berkat kinerja efektif yang dihadirkan Scott Derrickson. Atmosfir horror sangat besar, disertai momen-momen menakutkan yang sangat tricky. Sinister adalah film horror yang akan membuat anda terus cemas.

Score : 8 dari 10

Directed by Scott Derickson Produced by Jason Blum, Brian Kavanaugh-Jones Written by Scott Derickson, C. Robert Cargill Starring Ethan Hawke, Juliet Rylance, Fred Thompson, James Ransone, Michael Hall D’Addario, Clare Foley, Victoria Leigh, Nick King, Vincent D’Onofrio, Cameron Ocasio, Ethan Haberfield, Danielle Kotch, Blake Mizrahi Music by Christopher Young Cinematography Chris Norr Editing by Frédéric Thoraval Studio Alliance Films/IM Global/Blumhouse Productions/Automatik Entertainment/Possessed Pictures Running time 110 minutes Country United States Language English

5 Fakta Menarik Tentang "The Amazing Spider-Man 2 : Rise Of Electro" (2014)

Hai Guy's.. Movie addict di mana pun lo berada kali ini gw bakal membahas 5 fakta film yang baru gw tonton sekuel dari The Amazing Spiderman yaitu "The Amazing Spider-Man 2 : Rise Of Electro" menurut gw nih film keren banget beda dari film pendahulunya. Film ini menampilkan kisah dari sudut pandang yang berbeda mengenai kisah hidup Peter Parker dan percintaannya dengan Gwen Stacy, kedua peran tersebut masih apik dimainkan oleh Andrew Garfield dan Emma Stone. Selain menampilkan kisah cinta yang manis antara Peter Parker (Andrew Garfield) dan Gwen Stacy (Emma Stone), “The Amazing Spider-Man 2” juga menampilkan adegan aksi yang lebih besar dari film pertamanya, serta lebih banyak sosok penjahat. Berikut beberapa Fakta menarik tentang film tersebut :

1. Hampir 85 % lokasi syuting film ini adalah di New York mengingat Spider-Man adalah ikon yang sangat identik dengan kota New York. Selain syuting di New York City dan Rochester, “The Amazing Spider-Man 2” juga disyuting di Brooklyn dan Long Island–di mana film ini membangun set Times Square berskala besar yang dibuat di sebuah lapangan parkir. Untuk membuat menara Oscorp, kru film ini menggunakan Hearst Building. Selain lokasi-lokasi ini, kru filmnya juga syuting di Lincoln Center, Bensonhurst, Flatiron District, Union Square, Park Avenue, Chelsea, Upper East Side, DUMBO, Financial District, Throgs Neck, East River Park, Windsor Terrace, sampai Chinatown.

2. Salah satu perbedaan terbesar antara Spider-Man baru dan lama adalah nuansa komedi yang lebih kental dalam versi Spider-Man milik Andrew Garfield. Untuk menyalurkan selera humor Spider-Man yang khas dalam “The Amazing Spider-Man 2”, timnya / menyewa seorang konsultan untuk mengembangkan gaya bercanda Peter Parker dari segi fisik, sehingga tindakan dan celotehnya menyatu dengan pas, dan tidak hanya jadi aksi konyol semata.

3. Bak Sinetron Tripping film ini pun melakukan hal yang sama para kru film melakukan syuting gerilya demi mendapatkan adegan yang bagus dan pas. “Kami syuting dua atau tiga malam di Times Square. Dan dalam film seharga 200 juta dolar ini, kami datang berlari dari dalam sebuah van, dengan gaya gerilya, bersama Jamie Foxx dan membawa-bawa kamera lalu syuting di antara orang-orang. Rasanya seperti kembali ke zaman dulu saat membuat video musik. Tetapi, kemudian kami membuat versi besar dari Times Square di Long Island, dan kami menghabiskan tiga setengah minggu syuting di stage yang kami bangun ini. Jadi ini adalah gabungan dari pembuatan film dalam skala yang sangat besar dan juga gaya gerilya,” terang sang sutradara pada Examiner.

4. Perubahan kostum spidey dari The Amazing Spider-Man 1 dan 2 walaupun terlihat sama namun sebenarnya ada sedikit perbedaan. Dalam film pertamanya, “The Amazing Spider-Man” (2012), Marc Webb mengambil keputusan untuk membuat kostum yang praktis dan masih masuk akal dibuat oleh Peter Parker yang masih SMA. Dalam sekuelnya, Webb memutuskan untuk kembali ke akar dan meminta sang desainer kostum, Deborah Lynn Scott, untuk merujuk rancangan yang ada di komiknya, termasuk, membuatnya terlihat lebih biru.

5. Fakta terakhir adalah adegan romantis yang dihadirkan Andrew Garfield dan Emma Stone, hubungan antara Peter Parker dan Gwen Stacy di Amazing Spider-Man 2 masih menjadi alur utama dalam cerita. tidak sulit memang buat keduanya membangun chemistry karena di dunia nyata pun mereka toh sepasang kekasih. banyak adegan yang terjadi tanpa direncanakan. Salah satunya adalah adegan ciuman antara Peter Parker dengan Gwen Stacy di podium saat upacara kelulusan SMA mereka.


Sekaian Ulasan dari gw yang belum nonton segera tongkrongin bioskop terdekat yah seperti film pertamanya, selain dalam bentuk 2D, film ini juga bisa dinikmati dan berisi efek-efek fantastis dalam format 3D. Happy watching...

Sumber :  berjambang.blogspot.com

Score : 8,5 dari 10

Directed by Marc Webb Produced by Avi Arad, Alex Kurtzman Written by Alex Kurtzman, Stan Lee, Roberto Orci, Jeff Pinkner Starring Andrew Garfield, Emma Stone, Jamie Foxx, Dane DeHaan, Paul Giamatti, Sally Field Music by Johnny Marr, Pharrell Williams, Hans Zimmer Cinematography Daniel Mindel Editing by Pietro Scalia Studio Marvel Running time 142 minutes Country United States Language English

Thursday, May 8, 2014

Review "The Help" (2011)

Pasti sudah sering mendengar istilah, hitam di atas putih, yang menandakan sesuatu dimateraikan melalui tanda tertulis. Tetapi dalam film “The Help” ada istilah putih di atas hitam, bukan berarti kertas berganti warna menjadi hitam dan tinta menjadi putih, melainkan white people yang dianggap lebih tinggi derajatnya dari black people atau colored people.
Pada kesempatan ini gw bakal ngulas sedikit mengenai film "The Help" ini karena selain memang filmnya bagus juga sarat akan pesan moral memang sich di era sekarang ini udah nga jaman ngomongin perbedaan warna kulit dan ras, tapi sebagai penikmat film ga salah kalau gw beri dua jempol buat film ini terbukti dengan meraih berbagai penghargaan salah satunya adalah penghargaan tertinggi di ajang SAG Awards (Screen Actor Guild Awards), Outstanding Performance by a Cast, dimana atas pemampilan brilian seluruh aktor dalam film ini.
Film ini bercerita tentang Aibileen Clark yang diperankan oleh Viola Davis yang menceritakan kisahnya sebagai maid (pembantu) untuk keluarga kulit putih pada tahun 1960an. Pada waktu itu masalah rasis masih sangat kental, dimana kulit hitam (colored) masih dianggap sebagai manusia kelas 2 dan tidak berkuasa apa-apa selain sebagai pembantu dan pekerjaan rendahan lainnya.
Cerita dimulai dengan tokoh Eugenia “Skeeter” Phelan yang diperankan oleh Emma Stone, yang pada waktu itu berusaha untuk menulis sebuah buku. Berangkat dari pengalaman masa kecilnya yang dibesarkan oleh seorang maid kulit hitam, ia berusaha mengangkat cerita mengenai kehidupan para maid di kota Jackson, Mississippi. Eugenia “Skeeter” Phelan mulai mencari subjek untuk bukunya melalui maid temannya, Elizabeth Leefolt yaitu  Aibileen Clark. Pada awalnya Aibileen Clark tidak mau diwawancarai karena resiko yang terlalu besar. Pada waktu itu, ada ketetepan yang akan menghukum setiap orang yang membuat atau menerbitkan buku tentang persamaan derajat antara kulit hitam dan putih.
Tetapi pada akhirnya Aibileen Clark mau untuk bercerita kerena teringat kematian tragis putra tunggalnya yang meninggal setelah dipukuli dan dibiarkan begitu saja oleh orang-orang kulit puith. Hal ini membangkitkan keberaniannya untuk mengatakan kebenaran, apa yang dirasakan oleh para maid kulit hitam pada waktu itu. Minny Jackson yang pada awalnya juga menolak untuk ikut campur pada akhirnya ikut serta dengan belasan maid lainnya yang menjadi kunci keberhasilan buku Eugenia “Skeeter” Phelan  yang diberi judul “The Help” bisa diterbitkan ditengah gencar-gencarnya Civil Right Movement (gerakan persamaan hak) dilakukan di Amerika.
Ada beberapa hal yang membuat film ini menarik. Pertama, akting para pemainnya yang bisa dikatakan sangat bagus. Semua pemainnya memerankan posisinya dengan apik sehingga benar-benar menciptakan suasana yang mirip pada waktu itu. Tak heran di ajang Oscar film ini dimoninasikan untuk kategori pemeran wanita utama terbaik  (Viola Davis) dan dua aktris langsung untuk kategori yang sama, yaitu pemeran pembantu wanita terbaik (Octavia Spencer dan Jessica Chastain).
Kedua, jalan cerita yang dikemas bagus. Dalam film ini kita akan menemukan bentuk-bentuk diskriminasi yang sangat terasa antara white dan colored pada waktu itu. Diantaranya adalah kamar mandi yang terpisah antara tuan rumah (white) dan maid (coloured) karena ada anggapan waktu itu kalau orang kulit hitam menularkan penyakit sehingga kamar mandinya harus dipisah. Ada adegan dimana pada waktu itu di luar sedang hujan deras dan angin kencang, Minny Jackson kebelet ingin ke kamar mandi (kamar mandi maid dibangun diluar rumah utama). Dengan alasan ingin ke dapur, Minny memakai kamar mandi utama dan ketahuan nyonyanya yang pada akhirnya dipecat. Selain itu adegan-adegan menggelitik juga turut ditampilkan difilm ini salah satunya adalah Minny Jackson yang saat itu di pecat dan saking jengkelnya dia terhadap majikannya yang antagonis yang diperankan oleh Jessica Chastain dia membuatkan kue pie dengan mencampurkannya dengan kotorannya sendiri dan hal itu turut ditulis kedalam buku yang Eugenia karang.
itulah sedikit Review film The Help buat lo yang blom nonton dijamin bakal jadi tontonan bagus di akhir pekan bersama keluarga.. Happy Watching..

Score : 9 dari 10

Directed by Tate Tylor Produced by Chis Columbus, Mohamed Khalaf Al-Mazrouei, Michael Barnatan, Nate Berkus, Jennifer Bluum Written by Tate Tylor, Kathryn Stockett Starring Emma Stone, Viola Davis, Bryce Dallas Howard, Octavia Spencer, Jesicca Chastain Music Thomas Newman Cinematography Stephen Goldblatt Editing by Hughes Winborne Studio DreamWorks, Touchstone PicturReliance EntertainmentParticipant MediaImagenation Abu Dhabi 1492 Pictures Running time 146 minutes Country United States (Beverly Hills, California) Language English