Saturday, August 16, 2014

Resensi Film: Captain America: The Winter Soldier (2014)


Keuntungan Marvel sepertinya akan terus bertambah ketika satu-persatu “Super Hero”nya sukses merebuh hati penonton. Tidak masalah apakah mereka lebih menyukai Iron Man, Thor, ataupun Captain America. Intinya dunia Marvel telah tercipta dengan sukses di kehidupan para manusia.
Steve Rogers atau Captain America (Chris Evans) berhasil ditemukan oleh Shield setelah membeku berpuluh-puluh tahun. Kini ia harus menyesuaikan diri dengan dunia modern. Hal yang paling menyedihkan adalah selain semua hal yang ia tahu telah berubah; orang-orang yang ia kenal dan sayangi juga telah tiada. Steve mengalami krisis kepercayaan terhadap Shield, setelah ia mengetahui program senjata TOP SECRET yang dapat secara otomatis membunuh orang dengan rumus masa lalu. Meskipun Nick Fury (Samuel L Jackson)  dan Alexander Pierce (Robert Redford) meyakinkan tujuan mulia dibalik senjata tersebut. Steve dibantu oleh Natasha Romanoff atau Black Widow (Scarlett Johansson) dan Sam Wilson atau Falcon (Anthony Mackie) harus membongkar konspirasi Hydra yang menumpangi Shield. Namun jalannya tidak semulus itu, karena ada Winter Soldiers (Sebastian Stan) yang tidak kalah ampuh dengan Captain America.

Captain America & Nick Fury
Plot cerita Captain America memang lebih melankolis dibandingkan Iron Man yang lebih komedi. Isu “Kebebasan” yang diangkat sebenarnya sangat pas dengan tokoh film ini, di mana Captain America memang identik dengan negara Amerika yang slogannya selalu menjungjung tinggi kebebasan individu (harus diakui bahwa film ini memiliki muatan politik). Selain itu, melalui akting Chris Evans yang sudah lebih berkembang, penonton dapat memahami motivasi yang mendorong Steve Rogers terpilih dan selalu menjadi Captain America. Pada akhir film ini, penonton akan tahu bahwa Captain America memang Super Hero yang berhati mulia dan layak memimpin The Avengers.
Black-Widow-and-Captain-America
Black Widow & Captain America
Selain penampilan fisik Captain America yang mampu membuat mata penonton wanita tidak berkedip, dari segi pemeran wanita ada Scarlett Johansson yang tampil keren tanpa terlalu mengumbar sensualitas. Ia terlihat lebih fit dan lebih menonjolkan kecerdasaannya sebagai Black Widow. Chemistry Black Widow dengan Captain America tidak terlalu serasi di film ini, tapi tidak masalah, karena tidak semua penonton ingin mereka menjadi sepasang kekasih. Selain Black Widow, munculnya Falcon cukup membantu. Meskipun tidak tampak terlalu keren dan jagoan, setidaknya mampu menjadi karakter tambahan yang menarik. Dari segi musuh, peran antagonis terbagi dalam 2 hal yang kuat. Ada musuh diplomatis dalam SHIELD dan musuh di lapangan, yaitu Winter Soldier. Sebastian Stan menunjukkan performa akting yang sangat bagus, baik dalam balutan kostum maupun tidak.
captain-america-the-winter-soldier-poster-bucky
Sebastian Stan as Winter Soldier

Sayangnya, unsur kejutan tidak ada dalam film ini. Usaha sutradara Anthony & Joe Russo “mengajari” penonton baru tentang awal-mula Captain America lewat kunjungan Steve Rogers ke monumennya, dengan ada narasi oleh suara speaker/lukisan di situs tersebut — berhasil membuat penonton tetap ingat dengan sejarah Captain America; malah membuat penonton dengan mudah menebak identitas Winter Soldiers. Bahkan penonton yang dapat menduga siapa yang jahat dalam plot cerita kali ini. No surprise! Satu cara Sang Sutradara yang sangat kentara menyisipkan tokoh Kate (Emily VanCamp) untuk sekuel selanjutnya juga agak sedikit tidak “nyambung” dengan cerita yang ada.
captain_america__the_winter_soldier___falcon_by_ratohnhaketon645-d7963b3
Anthony Mackie as Falcon
Untuk menilai film Marvel tidaklah mudah, karena dunia yang mereka sajikan memang sangat berbeda dengan dunia kita, sehingga dari segi logika kadang tidak bisa diukur dengan normal. Apalagi dengan berbagai macam efek audio dan visual di sana-sini, sulit rasanya untuk menutup mata dan melihat film ini sebagai sesuatu yang “biasa”. Penonton sudah pasti terkagum-kagum dengan Captain America: Winter Soldier yang khas Hollywood dengan segala efeknya yang heboh.


Selamat menonton! :)

Sumber : http://ristiirawan.wordpress.com

Score : 8.0 dari 10



Directed by Anthony Russo, Joe Russo Produced by Victoria Alonso, Mitchell Bell, Louis D'Espostio, Kevin Feige, Alan Fine, Michael Grillo Written Christoper Markus & Stephen McFeely (Screenplay), Ed Brubaker, Joe Simon, Jack Kirby Starring Chris Evan, Scarlett Johansson, Sebastian Stan, Anthony Mackie, Robert Redford, Samuel L. Jackson, Emily Vancamp Music by Hanry Jackman Editing by Jeffrey Ford, Matthew Schmidt Studio Walt Disney Studio, Marvel Studio time 136 minutes Country United States Language English

Review Film Frozen (2014): Kisah Klasik yang Beda dari Biasanya

FROZN_014M_G_ENG-GB_70x100.indd

Menjelang penghujung akhir tahun 2013, salah satu tema yang banyak diangkat untuk menjadi film di akhir tahun adalah film bertema Natal atau musim dingin. Tidak terkecuali Disney yang menghadirkan film animasi terbarunya berjudul “Frozen” yang memiliki salah satu dari tema umum untuk film yang rilis di bulan Desember tersebut.
Disney memang sudah terkenal dengan berbagai film animasinya yang mengambil tema serta kisah dari dongeng klasik, tentunya dengan berbagai gubahan yang sesuai dengan tren serta tema saat ini. Sehingga beragam film Disney pun bisa dinikmati oleh berbagai kalangan tanpa harus merasa bosan karena adaptasi cerita klasik tersebut. Belajar dari kesuksesan tersebut, Disney pun menggarap film “Frozen” di mana kisah ini kembali mengadaptasi dongeng klasik lawas, yaitu “The Snow Queen” karangan Hans Christian Andersen.

Plot Utama

frozen-movie-review
Di sebuah kerajaan bernama Arendelle, terdapat dua orang putri kerajaan bernama Elsa dan Anna. Berbeda dengan saudarinya, Elsa memiliki kemampuan sihir untuk menciptakan salju dan es. Hal tersebut disembunyikan oleh kedua orang tuanya untuk menghindari ketakutan dari rakyat sampai Elsa mampu mengontrol kemampuan sihirnya tersebut. Isolasi tersebut akhirnya berakhir pada hari di mana Elsa dinobatkan menjadi Ratu Arendelle menggantikan kedua orang tuanya.
Sayangnya, hari penobatan tersebut harus diakhiri dengan bencana karena Elsa tidak mampu mengontrol kemampuan sihirnya tersebut dan melarikan diri dari kerajaan menuju Gunung Utara untuk mengasingkan diri. Bencana Arendelle tidak berhenti sampai di sana, karena tanpa pengetahuannya, Elsa telah menciptakan salju abadi di musim panas dan menutupi seluruh Arendelle.
frozen-disney-ana-olaf-kristoff-sven-570x294
Anna, adik dari Elsa, memutuskan untuk mencari sang kakak untuk menghentikan malapetaka salju abadi dan mengembalikan musim panas di Arendelle kembali. Perjalanannya, tentu saja, tidak akan mudah. Berhasilkan Anna membujuk sang Ratu Salju untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala? 

Musik

Suasana liburan musim dingin bersalju dengan nuansa Norwegia sudah  menjadi daya tarik tersendiri dari film Frozen. Yang paling menonjol dari film ini juga adalah lagu-lagu tema yang dikomposisi oleh Kristen Anderson-Lopez bersama Robert Lopez, serta scoring dari Christophe Beck. Para pengisi suara seperti Kristen Bell (yang tak disangka bisa bernyanyi dengan bagus), penyanyi Broadway Idina Menzell, Jonathan Groff hingga Josh Gad dan tambahan Demi Lovato menyanyikan lagu-lagu dengan melodi yang indah di film animasi musikal ini. Dari Do You Want to Build a SnowmanFor The First Time in Forever, hingga Let It Go, dan In Summer, dibuat dengan apik dan menyentuh. Musik dan liriknya sangat kaya, baik dalam bentuk musikal ala Broadway hingga yang lebih ngepop seperti Let It Go.



Senada dengan naskahnya, lirik-lirik lagu di film Frozen ini banyak memberikan tona baru untuk film Disney. Daripada kembali berbicara soal kisah cinta yang klise atau cinta pada pandangan pertama, kisah yang dibangun lebih membumi dan manusiawi, lebih tajam, dan lebih menjangkau kenyataan daripada dongeng.  Bicara soal aksi cinta sejati yang lebih bermakna dan sesuai jaman dan sedalam yang biasa ditampilkan animasi Pixar.




Dengan terobosan animasi di Tangled maka tak ada masalah juga dalam hal animasi dan visual diFrozen yang penuh warna dan memiliki bentuk serta ekspresi yang hidup dan memikat, dari bangunan istana, lukisan-lukisan, hutan, salju, es, hingga tampilan karakternya. Kehadiran Sven sebagai rusa salju lucu yang bertingkah kadang seperti manusia dan anjing merupakan ciptaan klasik Disney yang menggemaskan. Sementara Olaf si manusia salju juga mencuri perhatian dengan sejak dari tujuan hidupnya (menemukan musim panas), bentuk tubuhnya, tingkah, serta dialog jenaka dan hangat yang menghibur.

Selamat menonton! :)

Sumber : http://www.jagatreview.com

Score : 7.8 dari 10

Directed by Chris Buck, Jennifer Lee Produced by Peter Del  Vecho, John Lasseter, Aimee Scribner Written Jennifer Lee (Screenplay), Hans Andersen, (inspired by the story "The Snow Queen, Chris Buck, Shane Morris, Dean Wllins Starring Kristen Bell, Idina Menzel, Jonathan Groff, Josh Gad, Santino Fontana, Alan Tudyk, Ciaran Jinds, Chris Williams Music by Christophe Beck Editing by Shawn Paper, Greg Tillman Studio Walt Disney Animasi time 108 minutes Country United States Language English

Sinopsis dan Review: The Awkward Moment (2014)


The Awkward Moment  adalah film seks komedi romantis tentang tiga sahabat pria di usia dua puluhan yang tinggal di New York City. Dua dari mereka, Jason (Zac Efron) dan Daniel (Miles Teller) , bekerja sebagai desainer sampul buku di sebuah penerbitan buku. Yang lainnya, Mikey (Michael B. Jordan) , adalah seorang dokter ruang gawat darurat .

Sementara Jason dan Daniel yang bahagia 
dengan status singlenya, Mikey baru saja diberitahu oleh istrinya bahwa ia ingin bercerai . Ketiga orang ini berjanji satu sama lain bahwa mereka semua tidak akan menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita .

Tanpa diketahui teman-temannya, Mikey berusaha 
rujuk dengan mantan istrinya, Vera (Jessica Lucas). Di sisi lain , Jason bertemu dan akan dekat dengan seorang gadis baru Ellie (Imogen Poots) . Daniel mulai sering bertemu dengan teman wanita terbaiknya,  Chelsea (Mackenzie Davis) dalam pandangan yang berbeda . Dapatkah ketiga lelaki inibenar-benar menjaga janji persaudaraan mereka  untuk tetap single?

Zac Efron tidak diragukan lagi cocok untuk karakter 
dalam film ini. Meskipun ia memiliki kemunduran berakting bila dibandingkan dengan film " The Paper Boy " dan " Parkland " di sepertiga awal film ini, namun di pertengahan hingga akhir film ia dapat meningkatkan kualitas aktingnya. Dan monolog terakhirnya menegaskan kembali statusnya sebagai lead actor film genre romantis.




Miles Teller memainkan karakter yang vulgar , berisik dan usilIa adalah yang paling lucu dan paling santai dari tiga aktor utama. Dia tetap sangat menyenangkan meskipun ia memerankan karakter angkuh , memainkah tokoh bernamaAndrew McCarthy . Chemistry dengan Mackenzie Davis adalah yang terbaik dari tiga pasangan dalam film .

Michael B. Jordan
, aktor baru yang turut serta dalam Film rilisan tahun kemarin "Fruitvale Station . Karakternya adalah yang paling stabil dari dua temannya , malah tidak terlalu cocok dengan hal-hal bodoh yang dilakukan teman-temannya. Terkadang ia menjadi terlalu drama sehingga membuat dirinya terlihat aneh.

Komedi yang ditawarkan film ini tidak terlalu kuat, malah terkesan memaksa. Namun ada beberapa adegan yang akan membuatmu terpingkal-pingkal. Ketika Zac salah kostum dengan memakai kostum vibrator ketika datang ke pesta ulang tahun Ellie. Adegan kocak lainnya ketika Zac mengajarkan Miles cara buang air kecil ketika mereka pada kondisi onfire karena terlalu mengkonsumsi viagra.



Aspek romantis bernasib lebih baik. Dapat divisualisasikan dengan baik oleh para pemerannya, meskipun masih memakai tema populer tentang takutnya untuk berkomitmen menjalin suatu hubungan. Dialog yang digunakan cukup vulgar untuk film yang ditujukan oleh kalangan remaja.

Selamat menonton! :)

Sumber : http://www.sebuahreviewfilm.com
Score : 6.0 dari 10

Directed by Tom Gormican Produced by Scott Aversano, Jason Barrett, Juliet Berman, Darren Blumenthal, Lia Buman, Zac Efro, Andrew Fierberg Written Tom Gormican Starring Zac Efron, Michael B. Jordan, Miles Teller, Imoogen Poots Music by David Torn Editing by Shawn Paper, Greg Tillman Studio Sony Pictures Home Entertainment time 94 minutes Country United States Language English


Teenage Mutant Ninja Turtles (2014): Keren!


Film ini adalah salah satu yang saya tunggu sejak lama sejak diumumkan akan dibuat kembali. Karena saat tayang perdana tidak bisa langsung menonton, maka begitu ada kesempatan semalam saya langsung ngacir ke layar tancap terdekat. Perhitungan saya sih kalau nonton malam pasti gak bakal banyak krucil yang suaranya mbengungung mirip tawon, dan iyes penerawangan saya tepat horeeereee…
Bagi para pemuda pemudi generasi abad pertengahan tentunya tidak perlu lagi diberikan resensi filmnya karena semua pasti sudah ngeh dengan jalan cerita kura-kura ninja , tapi mungkin bagi generasi nyubi unyu-unyu kelaihiran dua ribu seperti saya ya mungkin review yang bukan review ini bisa sedikit memberikan sedikit pencerahan huwehehe, jadi gimana masih mau mbaca kelanjutannya atau mau neraktir penulisnya, yuk mari

Ini bukan pertama kalinya franchise Teenage Mutant Ninja Turtle (TNMT) dibuat dalam versi layar lebar.  Tapi yang namanya fans si kura ya tetap donk saya semangat nonton, apalagi melihat trailernya yang seru. Cerita TNMT 2014 garapan bareng Paramount Pictures dan nickelodeon Movie pun tetap berusaha dipertahankan sesuai versi animasinya namun teknologi yang digunakan dalam menggarap film ini jelas-jelas lebih baik dalam film-film selanjutnya.
Alkisah kota New York sedang dilanda kepanikan karena ulah kelompok Foot Clan yang ingin menguasai seluruh isi kota. Terror dan keresahan berulang kali terjadi hingga membuat reporter cantik dari channel 6, April O’Neil (Megan Fox) semakin bersemangat untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi. Hingga pada suatu saat April berhasil melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ada orang lain yang berusaha melawan kekejaman Foot Clan, dan sungguh mencengangkan ternyata mereka bukanlah orang seperti yang disangkanya namun empat ekor eh empat orang eh empat sosok kura-kura berkaki dua dan bisa berbicara.
Tak ada yang percaya tentang cerita April tentang superhero reptilia itu, bahkan ia dipecat dari pekerjaannya. Oleh karena itu April nekat menemui  Eric Sacks (William Fichtner) ilmuwan dan konglomerat teman ayahnya dulu, dan secara mengejutkan Eric sangat percaya dengan cerita April. Namun kepercayaan April ternyata harus berbuah khianat, karena ternyata Sacks adalah murid Shredder (Tohoru Masamune) sang pemimpin Foot Clan.
14078994041637765480
my favorit scene huhuuuuuu :))


Semua sudah terlanjur, Shredder berhasil menemukan tempat persembunyian Splinter (Danny Woodburn) dan keempat “anak” nya yang selama ini sengaja tidak mau mau tampil ke dunia atas. Dengan susah payah keempat bersaudara Leonardo (Pete Ploszek), Raphael (Alan Ritchson),  Donatello (Jeremy Howard) dan Michelangelo (Noel Fisher) serta bantuan Vernon Fenwick (Will Arnett) bahu membahu  menyelamatkan masyarakat New York dari niat jahat Shredder dan Sacks, bagaiman cerita akan bergulir? Hmm ada baiknya untuk dipirsani sendiri mumpung masih anget-angetnya di layar tancep.

Hmm..sepertinya saya ndak perlu nulis pesan moral dari film ini deh, tapi yang pasti nonton film berdurasi 101 menit ini koq terlalu singkat buat saya, baru saja takjub dan ngakak sampai ngglundhung lihat polah mikey dkk lha koq tetiba dah abis gitu aja. Secara obyektif sih film TMNT seharusnya bisa lebih dari ini, jalan cerita masih bisa digali lagi, tapi kalau sebagai pengantar ke sekuel-sekuel selanjutnya sih, film besutan Jonathan Liebesman ini keren bingit (eh emang mau dibuat sekuelnya ndak sih, ngarep.com)
***
1407899501842620481
hey michelangelo, hadap sini duonk jangan pura-pura jaim :))
Saya memang penggemar berat Kura-kura ninja bahkan dulunya sempat berkhayal pingin bisa salto, ngglundhung, loncat-loncat dan jago main nunchaku kaya Michelangelo tapi apa daya ternyata hanya kemampuan makan pizza nya yang saya warisi. Bagi saya film ini keren pol, ya aksinya, ya dialognya, ya konfliknya, ya humornya udah pokoknya saya puas, wong kalo saya diteraktir nonton lagi pun pasti langsung jawab iyes.
Jadi bagaimana, mungkin ada teman-teman yang mau nostalgia dan melihat splinter yang bijaksana, Leonardo sang leader yang dewasa dan gagah berani dengan katananya, Raphael yang pemarah, keras kepala tapi setia dan aslinya melankolis, Donatello yang smart dengan penemuan-penemuan yang antik, Michelangelo yang konyol, humoris tapi penuh kasih sayang atau sekadar mengagumi kecantikan dan bodi aduhai mbak megan fox hohohoho, pokoknya lengkap semua ada disini.

Dan bagi orang tua yang hendak mengajak putra putrinya menonton film ini, ratingnya PG-13 ya (diatas 13th), pastikan buah hati selalu dalam pengawasan dan usahakan ada diskusi setelah menonton bersama, karena tetap saja ada adegan perkelahian dan action lainnya yang perlu digarisbawahi.


Selamat menonton! :)

Sumber : http://hiburan.kompasiana.com
oleh Indri Permatasari
Score : 6.4 dari 10

Directed by Jonathan Liebesman Produced by Michael Bay, Ian Bryce, Eric J. Crown Written by Josh Appelbaum, Andre Nemec, Evan Daugherty, Peter Liard, Kevin Eastman Starring Megan Fox, Will Arnett, William Fitchner, Alan Ritchson, Noel Fisher, Pete Ploszek, Jeremy Howard, Danny Woodburn, Tohoru Masamune, Whoopi Goldberg Music by Brian Tyler Editing by Joel Negron, Glen Scantelbury Studio Paramount Pictures time 120 minutes Country United States Language English

The Hunger Games: Catching Fire (2014), Duel Melawan Pembunuh Terkuat


Penggemar novel dan franchise film The Hunger Games baru saja bersorak gembira tatkala film ke-2 adaptasi cerita karangan Suzanne Collins ini baru saja dirilis. Terlebih lagi bagi para penggemar di tanah air, pastinya tak akan melewatkan sekuelnya yang berjudul The Hunger Games: Catching Fire ini. Kembalinya Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen tentu saja membuat para penggemar pria melonjak kegirangan. Sosoknya yang menawan pastinya memiliki kesan tersendiri.

Dalam film ke-2, Katniss dikisahkan sudah menjadi pemenang resmi Hunger Games ke-74 bersama Peeta Mallark (Josh Hutcherson). Mereka berdua pun kembali ke kampung halaman asal, Distrik 12.


Diminta untuk melakukan tur kemenangan di seluruh penjuru distrik, Katniss dan Peeta pun menjadi harapan bagi rakyat di negeri Panem atas buruknya pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Snow (Donald Sutherland).




Pertempuran yang mewarnai cerita dalam The Hunger Games: Catching Fire memperlihatkan kembali aksi Katniss dan Peeta dalam permainan maut bernama Quarter Quell. Di situ, keduanya akan berhadapan dengan para pemenang Hunger Games di tahun-tahun sebelumnya.



Sepanjang film, Katniss selalu dieluk-elukkan oleh rakyat negeri Panem meskipun sebenarnya hal itu cuma sandiwara belaka. Bahkan, di sini kita bisa melihat perkembangan cinta segitiga Katniss dengan Peeta dan Gale.




Pertarungan yang seru masih disajikan di dalamnya. Pergantian sutradara dari Gary Ross menjadi Francis Lawrence ternyata memang sangat ampuh. Banyak aksi yang lebih menjanjikan dari film pertama meskipun adegan berdarah kembali tidak hadir.


Bahkan, makna yang tersirat dalam film ke-2 ini lebih filosofis dan mendalam. Sehingga tidak menimbulkan kesan ringkas dan tanggung layaknya di film pertama. Harapan menjadi satu kata yang paling penting bagi jalan cerita The Hunger Games: Catching Fire.






Bagi yang sudah menonton film pertama, tayangan ke-2 ini wajib untuk disaksikan. Hal itu dikarenakan banyak hal-hal yang masih kurang dalam film pertama, diperbaiki dan malah dibuat lebih baik lagi di sekuelnya ini.


Sehingga, tak ada salahnya jika akhir pekan ini menjadi momen seru bagi Anda dan kerabat untuk menyaksikan The Hunger Games: Catching Fire



Selamat menonton! :)

Sumber : http://showbiz.liputan6.com
Score : 7.8 dari 10

Directed by Francis Lawrence
 
Produced by Suzanne Collins, Joseph Drake, Nina Jacobson, Jon Kilik, Michael Paseornek Written by Simon Beaufoy & Michael Arndt  (screenplay), Suzanne Collins (Novel) 
Starring Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Woody Harrelson, Donald Shuterland, Elizabeth Banks, Lenny Kravits, Jack Quaid, Sam Claflin, Jena Malone Music by James Newton Howard Editing by Allan Edrwad Bell Studio Universal Studio time 146 minutes Country United States Language English




Divergent (2014), Perlawanan Gadis Muda di Tengah Politik Faksi



Satu lagi film Hollywood adaptasi novel laris hadir di bioskop-bioskop Tanah Air. Bertajuk Divergent, kali ini film tersebut bakal menyajikan nuansa 'distopia pasca-kehancuran' dengan mengandalkan bintang-bintang muda.

Divergent diangkat dari sebuah novel karangan Veronica Roth yang pertama kali terbit pada 2011. Penjualan novel ini tergolong laris dan masuk ke dalam daftar New York Times Children's Chapter Books Best Seller.



Sinopsis
Di masa depan, kehidupan manusia tidak sama lagi seperti saat ini. Manusia akan dibagi menjadi lima kategori menurut kepribadian mereka masing-masing. Kelima kategori itu adalah Candor (jujur), Erudite (pintar), Amity (damai), Dauntless (berani) dan Abnegation (penolong). Menginjak usia remaja, mereka akan diberi kesempatan untuk memilih apakah ingin tetap di ketegori mereka atau pindah ke kategori lain. Namun, ada juga pengecualian bagi seseorang yang tidak masuk dalam lima kategori tersebut yang disebut "Divergent". Biasanya mereka yang masuk kategori ini adalah mereka yang memiliki beragam kepribadian unggul dalam dirinya.
Menurut pihak yang berkuasa, kategori divergent ini dianggap bisa membahayakan eksistensi manusia yang sudah ada. Perintah pun disebar untuk menyingkirkan para divergent yang ada di muka bumi ini. Satu manusia yang memiliki sifat divergent, Beatrice "Tris" Prior (Shailene Woodley), terpaksa harus hidup dengan merahasiakan kategorinya. Pasalnya, jika ketahuan, hal tersebut akan mengancam nyawanya serta orang-orang yang ia sayangi. Seiring berjalannya waktu, Tris pun menyadari plot besar dibalik pemusnahan kaum divergent.
Para studio Hollywood tampaknya masih senang mengangkat kisah novel remaja populer ke layar lebar. Tren ini merupakan imbas dari kesuksesan saga "Harry Potter" serta "Twilight" yang menghasilkan laba hingga milyaran dollar. Kali ini, novel karya Veronica Roth berjudul "Divergent" mendapat kehormatan untuk dibuat versi live actionnya.
Tidak seperti saga "Twilight" yang melulu mengedepankan unsur romantika antara vampir dan manusia, "Divergent" memiliki cerita yang dianggap lebih kompleks dan penuh aksi seperti "The Hunger Games".





Untuk mensukseskan saga ini, aktris muda berbakat dari "The Descendant", Shailene Woodley, dikasting menjadi pemeran utama. Woodley dianggap sempurna untuk memerankan tokoh utama Tris Prior yang tangguh.
Sebagai pendamping Woodley, aktor muda Theo James dipilih untuk memerankan Four. Pihak studio mengakui beratnya memilih sekian aktor untuk memerankan tokoh ikonik yang populer di mata penggemar novelnya ini sebelum akhirnya merasa pas ketika melihat James audisi.
Tambahan kasting semakin kuat dengan hadirnya aktris pemenang Oscar, Kate Winslet untuk memerankan tokoh antagonis Jeanine Matthews. Winslet yang selama ini lekat dengan peran baik-baik, tampak menyukai tantangan untuk berperan sebagai tokoh antagonis utama dari seri Divergent.

6 Fakta Menarik Dari Film Divergent


1. Tris dalam film digambarkan sedikit lebih tua dari Tris dalam buku.

Dalam buku, Tris adalah seorang gadis 16 tahun, sedangkan di dalam film Tris terlihat lebih dewasa. Ketika ditanyakan alasannya, Direktur Film Niel Burger seperti dikutip Agence France mengungkapkan. "Shailene memang sedikit lebih tua. Saya juga merasa buku itu untuk cerita yang lebih dewasa, meskipun novel itu untuk young adult. Saya merasa segala masalah dan tema juga isu di Divergent untuk segala usia."


2. Shailene Woodley menginspirasikan masa remajanya untuk peran Tris.
Woodley mengatakan sebelum syuting dia telah mempersiapkan diri untuk menjadi tangguh dalam berperan sebagai Tris. Salah satunya adalah berdiskusi dengan Jennifer Lawrence yang bermain di film Hunger Games dengan karakter tak jauh berbeda dengan Woodley. "Perjuangan saya adalah bagaimana menyeimbangkan empati dan belas kasihan. Saya menjalani hidup saya sendiri tanpa berdasarkan pengaruh dari orang sekitar," katanya.



3.Woodley dan Ansel Elgort yang berperan sebagai kakaknya di Divergent pernah berakting sebagai sepasang kekasih diThe Fault in Our Stars.
Elgort yang berperan sebagai Caleb Prior adalah anak dari fotografer terkenal Arthur Elgort. Elgort juga seorang DJ serta produser musik Ansolo.



4. Dalam adegan ciuman antara Woodley dengan lawan mainnya, Theo James, terjadi adegan ciuman yang panas. Unsur penting sebuah film anak muda adalah perlu diselipkan unsur romantis agar fan tidak kecewa. Itu yang dilakukan Woodley dan James.
"Saya hanya melakukan dengan jujur karena dalam adegan itu saya berpikir dia juga menginginkan hal yang sama," kata James, dikutip oleh MTV. "Untuk meredakan kecanggungan setelah adegan itu saya langsung pergi dan Shaleine memukul tangan saya. Karena ketika adegan itu, ada latar musik romantis jadi terkesan seksualitas," kata James menambahkan.


5. Shailene Woodley memasak makanannya sendiri di lokasi syuting.
Woodley selalu melewatkan meja yang berisi makanan di lokasi. Dia menyiapkan makanannya sendiri, mulai dari sarapan, makan siang, sampai makan malam. "Saya memang disiplin soal gaya hidup dan makanan yang saya makan. Saya makan apa pun, tapi saya memakannya dalam bentuk yang paling alami," katanya dikutip USA Today. Woodley mengaku juga tidak memiliki televisi di rumahnya.



6. Tulang belakang Shailene Woodley pernah bermasalah.
Tidak ada yang tahu, Woodley yang harus berlatih fisik untuk Divergent pernah bermasalah dengan tubuh belakangnya. "Selama dua tahun saya memakai penjepit di tulang belakang saya," katanya. "Selama dua tahun saya tidak kuat karena harus memakai penjepit itu selama 18 jam dan saya tidak punya waktu untuk aktif secara fisik." 


Kesimpulan
Divergent memiliki nilai tambah dalam hal visualisasi dan beberapa adegan laga. Akan tetapi, bagi para penonton yang sudah tidak tahan dengan kisah fantasi romantis ala novel The Hunger Games,Beautiful CreaturesThe Mortal InstrumentsTwilight, dan sejenisnya, ada kemungkinan bakal sedikit kurang puas dengan Divergent.

Pasalnya, banyak sekali bumbu yang dirasa hampir serupa dengan judul-judul di atas. Bahkan, akting para bintang mudanya pun terlihat hambar dan kurang memukau. Sehingga dalam film ini, tidak terlihat sedikit pun kelebihan yang ditawarkan terlepas dari setting cerita dan keindahan lokasinya. Walaupun begitu, akting Shailene Woodley dalam film ini terbilang cukup baik, seperti halnya Theo James yang terlihat gagah. Bahkan, terlihat bagaimana chemistry diantara keduanya mampu membuat alunan cerita Divergent menjadi cukup menarik.



Unsur tragedi dalam Divergent juga sangat terasa walaupun tidak disajikan dengan baik. Konsep novel yang dituangkan ke dalam film oleh sutradara Neil Burger, bisa dibilang kurang sukses jika melihat dramatisasi selama proses ujian Tris yang terasa biasa saja. Bahkan, klimaks yang disajikan pun seolah-olah seperti menahan sesuatu yang terpendam.


Seperti halnya Twilight, The Mortal Instrument, dan The Beautiful Creaturs, film ini menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi para fans berat novel yang selama ini hanya membayangkan bagaimana aksi Tris selama mengikuti ujian Dauntless beserta lika-likunya.


Bagi para remaja dan anak muda yang beranjak dewasa, Divergent bisa dijadikan sebagai tontonan variatif



Selamat menonton! :)

Sumber : http://showbiz.liputan6.com
http://www.tempo.co/read/news
Score : 7.0 dari 10


Directed by Neil Burger Produced by Lucy Fisher, John J. Kelly, Michael Paseornek, Pouya Shahbazian, rachel Shane, Barry H. Waldman, Douglas Wick Written by Evan Daugherty, Vanessa Taylor (screenplay), Veronica Roth (Novel) Starring Shailene Woodley, Theo James, Ash;ey Judd, Kate Winslet, Ansel Elgort, Tony Goldwyn, Miles Teller, Ray Stevenson, Zoe Kravits Music by Junkie XL Editing by Richard Francis-Bruce, Nancy Richardson Studio Summit Entertainment time 140 minutes Country United States Language English